Jumat, 13 April 2012

Short Story 4

BINTANG DI PERSINGGAHAN
Kehadirannya memberikan warna baru di kehidupanku. Aku yang sempat merasa putus asa karena seringnya gagal dalam percintaan menjadi terbangun kembali untuk merasakan cinta lagi. Ya, Bintang memang berbeda. Perempuan cantik pindahan kota Semarang itu mampu membuatku bertekuk lutut ketika menatap matanya. Apakah aku jatuh cinta lagi? Tapi apakah aku siap seandainya aku ditinggal lagi seperti dulu-dulu? Ditinggal dengan berbagai alasan demi bersama lelaki lain? Siapkah aku jika hal itu terjadi lagi padaku?
Tapi aku pun tidak siap jika harus kehilangan dia. Aku juga tidak rela kalau ia bersama lelaki lain. Aku senang saat berdekatan dengannya, menghirup aroma wangi tubuhnya, tanpa kutahu apakah aku bisa memilikinya atau tidak. Aku selalu suka mendengar kisah-kisahnya. Apapun ceritanya pasti aku dengarkan. Tapi yang paling kusukai adalah ketika menatap matanya! Hatiku menjadi tentram ketika menatap matanya, terasa ada angin kesejukan setiap ku melihatnya.
****
Hari-hariku menjadi ceria lagi seperti dulu. Tentu saja semua itu karena Bintang, tetangga baruku itu. Tetapi kadang-kadang aku tidak melihatnya sama sekali. Entah kemana ia. Kadang-kadang ia menghilang selama 3 hari atau bahkan seminggu. Ketika kutanya esoknya kemana ia pergi kemarin, ia hanya akan menjawab sedang sibuk mengerjakan tugas kuliah. Ia tidak mau konsentrasinya terganggu. Cukup aneh menurutku, tapi mungkin memang begitulah kebiasannya. Lagipula aku baru mengenal ia selama dua bulan saja. Dalam waktu dua bulan  ia mampu mengobati luka hatiku yang telah mengakar selama bertahun-tahun. Apakah ini suatu pertanda bahwa aku sudah menemukan pendampingku yang sejati?
Tapi aku tidak mau terburu-buru mengungkapkan perasaanku. Kuakui sikap kewaspadaanku akan wanita masih ada menghantuiku. Aku tidak mau ceroboh, aku tidak mau ini berakhir seperti dulu lagi. Ini harus menjadi yang terakhir!
Kusimpan rapi semua perasaanku kepada Bintang. Tapi aku tetap menampakkan tanda-tanda kepadanya, bahwa aku menyukainya. Dan dari reaksinya sepertinya ia pun menyukaiku.
****
Hari demi hari berlalu dan perasaanku kepada Bintang semakin kuat. Aku benar-benar mencintainya! Tapi bagaimana kalau seandainya ia menolak? Bagaimana kalau ia lebih memilih bersahabat saja denganku? Menghancurkan harapan-harapan indahku? Membuatku sakit hati lagi bahkan lebih dalam? Apakah aku siap menerima resiko itu?
Kalau kau menginginkan perubahan dalam hidupmu, berarti kau harus menyatakan padanya Riki! Kau harus berani, karena kalau tidak kau akan menyesal untuk selama-lamanya melihat ia bersama orang lain! Jangan menjadi pecundang Riki! Ah, suara-suara hatiku saling bertentangan membuatku pusing! Apa yang harus aku lakukan? Diam saja dan berpura-pura melihatnya bahagia dengan orang lain tetapi batinku terluka atau menyatakan perasaanku dengan resiko ia tidak menerima cintaku? Apa yang harus kupilih Tuhan?
****
Akhirnya, aku memilih opsi kedua. Kuhapus bayang-bayang gelapku akan wanita. Kusiapkan mental untuk menyatakan cintaku dan resiko ditolak. Ah, aku jadi teringat ketika ingin menyatakan perasaan pertama kali dulu, persis seperti ini rasanya. Mungkin karena sudah lama sekali aku tidak merasakan indahnya cinta.
Kuajak dia ke suatu tempat yang menurutku sangat romantis. Aku mengajaknya ke restoran di tepi pantai yang sudah kupesan khusus untuk saat ini. Dimana aku dan dia bisa melihat bintang-bintang yang indah di langit malam. Ya, aku ingin menyatakan cinta kepada seorang Bintang dinaungi oleh bintang-bintang yang bertebaran di atas kami.
Ia tampak cantik sekali malam ini. Aku terpesona olehnya, mungkin juga karena memang perasaanku sudah dipenuhi oleh auranya, memancarkan cahaya yang berbeda bagiku, lebih indah daripada bintang-bintang di atas sana.
Selesai makan malam yang romantis, aku mengajaknya jalan ke tepi pantai. Suasana sunyi, hanya aku dan dia disana. Tetapi kulihat diujung sana pasangan muda-mudi sedang bermesraan, melabuhkan cintanya. Aku hanya berharap mereka tidak datang kemari dan merusak suasana romantisku.
Awalnya aku sempat ragu untuk mengungkapkan perasaanku. Mulutku seperti terkunci, lidahku kelu, lisanku seperti tidak mampu terucap. Tapi aku ingat bahwa aku sudah melangkah sampai sejauh ini, mati-matian melawan trauma masa laluku. Jadi kukumpulkan seluruh keberanianku dan mulai menyatakan cinta,
“Bintang.......”
Dan keluarlah sederet pernyataan yang selama ini kupendam terhadapnya, perasaan seorang lelaki yang mencintai seorang wanita secara wajar dan berharap menjadi teman hidupnya dalam mengarungi hidupnya. Aku berharap ia pun membalas dengan perasaan yang sama, karena setahuku Bintang selalu meresponku dengan baik, bahkan lebih dari apa yang kuharapkan.
Tapi apa yang kudapatkan? Ia menggeleng bahkan pergi. Meninggalkanku, menolakku, membuatku hancur lagi! Bahkan lebih sakit, Bintang pelan-pelan mematikan diriku.
****
Sudah satu bulan sejak peristiwa di pantai yang menghancurkan hatiku dan ku berusaha untuk melupakannya. Membuang semua kenangan indah bersama Bintang, meskipun tak mudah. Lagi pula semenjak malam itu aku tak pernah melihatnya lagi. Entahlah, mungkin ia mengurung diri lagi seperti kebiasaannya.
Tak lama kemudian kudengar dari ibuku kalau ia sudah pindah,  ke Solo kalau aku tidak salah dengar. Apa itu salah satu cara untuk menghindariku? Ah tapi masa iya? Toh aku tidak berarti apa-apa baginya. Aku berusaha untuk tidak memikirkannya ketika pada suatu hari ibu memberikanku sepucuk surat.
Ketika kutanya pada ibu apa maksudnya itu, ibu hanya bilang kalau surat itu diberikan oleh Bintang untukku. Hatiku bimbang, antara ingin membacanya atau tidak. Tetapi kutegarkan diri dan memilih untuk membacanya. Isi suratnya cukup singkat,
Riki, mungkin ketika kamu membaca ini aku sudah pergi. Tapi sungguh aku tidak bermaksud untuk melukaimu. Ketika menolakmu waktu itu pun aku terpaksa melakukannya. Aku tidak punya pilihan lagi Riki!
Sungguh aku sangat mencintaimu Riki, mencintaimu dengan segenap perasaanku. Berharap kau menjadi pelabuhan terakhir bagiku, tapi kusadari itu tidak mungkin kumiliki. Kanker selaput hati yang kumiliki menghalangiku untuk mewujudkan mimpi indahku bersamamu.
Kau pernah menanyakan mengapa aku sering menghilang bukan? Aku berbohong. Aku bukan mengurung diri untuk menjaga konsentrasiku mengerjakan tugas, tapi karena penyakitku yang suka kambuh dan membuatku lemah. Aku tidak mau kau merasa sedih Riki, aku tidak mau jika suatu saat nanti aku harus pergi meninggalkanmu lebih dulu dan kau tidak bisa menerima kenyataan itu. Aku ingin kau bahagia bersama seseorang yang dapat menemanimu untuk selamanya, dan orang itu tentu saja bukan aku.
Tapi satu yang pasti, aku mencintaimu Riki! Itu yang aku tak bisa sembunyikan darimu. Tetaplah jalani hidupmu dengan optimis, dan jangan putus asa, karena disini pun aku tetap berjuang untuk hidupku.
Salam,
Bintang.
****
Malam ini langit cerah. Bintang bertaburan indah di sana. Teringat kembali ketika aku bersama Bintang di bawah bintang-bintang yang bertaburan di tepi pantai. Ah, bintang! Tahukah kau kalau kau lebih indah dari bintang-bintang di atas sana? Sinarmu lebih terang daripada bintang-bintang yang berkilauan di atas sana. Kau memberiku hidup Bintang, walaupun hanya sesaat.
Kemudian kusadari mungkin inilah yang seharusnya aku terima. Tuhan mengirimkan seorang Bintang dalam hidupku untuk memberiku pelajaran berarti yang memang membuatku bangkit lagi. Mencoba lagi jatuh cinta, membuatku lebih semangat dalam menjalani hidup.
Kurelakan kehilangannya, tapi kenangan tentangnya takkan mungkin kuhapuskan. Bintang selalu ada dan terukir indah dalam hatiku. Ia datang, singgah sesaat untuk membangkitkan hidupku. Yang membuatku dapat  menjalani hidup lebih baik. Terima kasih atas semuanya Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar