BINTANG DI PERSINGGAHAN
Kehadirannya
memberikan warna baru di kehidupanku. Aku yang sempat merasa putus asa karena
seringnya gagal dalam percintaan menjadi terbangun kembali untuk merasakan
cinta lagi. Ya, Bintang memang berbeda. Perempuan cantik pindahan kota Semarang
itu mampu membuatku bertekuk lutut ketika menatap matanya. Apakah aku jatuh
cinta lagi? Tapi apakah aku siap seandainya aku ditinggal lagi seperti
dulu-dulu? Ditinggal dengan berbagai alasan demi bersama lelaki lain? Siapkah
aku jika hal itu terjadi lagi padaku?
Tapi
aku pun tidak siap jika harus kehilangan dia. Aku juga tidak rela kalau ia
bersama lelaki lain. Aku senang saat berdekatan dengannya, menghirup aroma
wangi tubuhnya, tanpa kutahu apakah aku bisa memilikinya atau tidak. Aku selalu
suka mendengar kisah-kisahnya. Apapun ceritanya pasti aku dengarkan. Tapi yang
paling kusukai adalah ketika menatap matanya! Hatiku menjadi tentram ketika
menatap matanya, terasa ada angin kesejukan setiap ku melihatnya.
****
Hari-hariku
menjadi ceria lagi seperti dulu. Tentu saja semua itu karena Bintang, tetangga
baruku itu. Tetapi kadang-kadang aku tidak melihatnya sama sekali. Entah kemana
ia. Kadang-kadang ia menghilang selama 3 hari atau bahkan seminggu. Ketika
kutanya esoknya kemana ia pergi kemarin, ia hanya akan menjawab sedang sibuk
mengerjakan tugas kuliah. Ia tidak mau konsentrasinya terganggu. Cukup aneh
menurutku, tapi mungkin memang begitulah kebiasannya. Lagipula aku baru
mengenal ia selama dua bulan saja. Dalam waktu dua bulan ia mampu mengobati luka hatiku yang telah
mengakar selama bertahun-tahun. Apakah ini suatu pertanda bahwa aku sudah
menemukan pendampingku yang sejati?
Tapi
aku tidak mau terburu-buru mengungkapkan perasaanku. Kuakui sikap kewaspadaanku
akan wanita masih ada menghantuiku. Aku tidak mau ceroboh, aku tidak mau ini
berakhir seperti dulu lagi. Ini harus menjadi yang terakhir!
Kusimpan
rapi semua perasaanku kepada Bintang. Tapi aku tetap menampakkan tanda-tanda
kepadanya, bahwa aku menyukainya. Dan dari reaksinya sepertinya ia pun
menyukaiku.
****
Hari
demi hari berlalu dan perasaanku kepada Bintang semakin kuat. Aku benar-benar
mencintainya! Tapi bagaimana kalau seandainya ia menolak? Bagaimana kalau ia
lebih memilih bersahabat saja denganku? Menghancurkan harapan-harapan indahku?
Membuatku sakit hati lagi bahkan lebih dalam? Apakah aku siap menerima resiko
itu?
Kalau kau menginginkan perubahan
dalam hidupmu, berarti kau harus menyatakan padanya Riki! Kau harus berani,
karena kalau tidak kau akan menyesal untuk selama-lamanya melihat ia bersama
orang lain! Jangan menjadi pecundang Riki! Ah, suara-suara
hatiku saling bertentangan membuatku pusing! Apa yang harus aku lakukan? Diam
saja dan berpura-pura melihatnya bahagia dengan orang lain tetapi batinku
terluka atau menyatakan perasaanku dengan resiko ia tidak menerima cintaku? Apa
yang harus kupilih Tuhan?
****
Akhirnya,
aku memilih opsi kedua. Kuhapus bayang-bayang gelapku akan wanita. Kusiapkan
mental untuk menyatakan cintaku dan resiko ditolak. Ah, aku jadi teringat
ketika ingin menyatakan perasaan pertama kali dulu, persis seperti ini rasanya.
Mungkin karena sudah lama sekali aku tidak merasakan indahnya cinta.
Kuajak
dia ke suatu tempat yang menurutku sangat romantis. Aku mengajaknya ke restoran
di tepi pantai yang sudah kupesan khusus untuk saat ini. Dimana aku dan dia
bisa melihat bintang-bintang yang indah di langit malam. Ya, aku ingin
menyatakan cinta kepada seorang Bintang dinaungi oleh bintang-bintang yang
bertebaran di atas kami.
Ia
tampak cantik sekali malam ini. Aku terpesona olehnya, mungkin juga karena
memang perasaanku sudah dipenuhi oleh auranya, memancarkan cahaya yang berbeda
bagiku, lebih indah daripada bintang-bintang di atas sana.
Selesai
makan malam yang romantis, aku mengajaknya jalan ke tepi pantai. Suasana sunyi,
hanya aku dan dia disana. Tetapi kulihat diujung sana pasangan muda-mudi sedang
bermesraan, melabuhkan cintanya. Aku hanya berharap mereka tidak datang kemari
dan merusak suasana romantisku.
Awalnya
aku sempat ragu untuk mengungkapkan perasaanku. Mulutku seperti terkunci,
lidahku kelu, lisanku seperti tidak mampu terucap. Tapi aku ingat bahwa aku
sudah melangkah sampai sejauh ini, mati-matian melawan trauma masa laluku. Jadi
kukumpulkan seluruh keberanianku dan mulai menyatakan cinta,
“Bintang.......”
Dan
keluarlah sederet pernyataan yang selama ini kupendam terhadapnya, perasaan
seorang lelaki yang mencintai seorang wanita secara wajar dan berharap menjadi
teman hidupnya dalam mengarungi hidupnya. Aku berharap ia pun membalas dengan
perasaan yang sama, karena setahuku Bintang selalu meresponku dengan baik,
bahkan lebih dari apa yang kuharapkan.
Tapi
apa yang kudapatkan? Ia menggeleng bahkan pergi. Meninggalkanku, menolakku,
membuatku hancur lagi! Bahkan lebih sakit, Bintang pelan-pelan mematikan diriku.
****
Sudah
satu bulan sejak peristiwa di pantai yang menghancurkan hatiku dan ku berusaha
untuk melupakannya. Membuang semua kenangan indah bersama Bintang, meskipun tak
mudah. Lagi pula semenjak malam itu aku tak pernah melihatnya lagi. Entahlah, mungkin
ia mengurung diri lagi seperti kebiasaannya.
Tak
lama kemudian kudengar dari ibuku kalau ia sudah pindah, ke Solo kalau aku tidak salah dengar. Apa itu
salah satu cara untuk menghindariku? Ah tapi masa iya? Toh aku tidak berarti
apa-apa baginya. Aku berusaha untuk tidak memikirkannya ketika pada suatu hari
ibu memberikanku sepucuk surat.
Ketika
kutanya pada ibu apa maksudnya itu, ibu hanya bilang kalau surat itu diberikan
oleh Bintang untukku. Hatiku bimbang, antara ingin membacanya atau tidak. Tetapi
kutegarkan diri dan memilih untuk membacanya. Isi suratnya cukup singkat,
Riki, mungkin ketika kamu membaca
ini aku sudah pergi. Tapi sungguh aku tidak bermaksud untuk melukaimu. Ketika
menolakmu waktu itu pun aku terpaksa melakukannya. Aku tidak punya pilihan lagi
Riki!
Sungguh aku sangat mencintaimu
Riki, mencintaimu dengan segenap perasaanku. Berharap kau menjadi pelabuhan
terakhir bagiku, tapi kusadari itu tidak mungkin kumiliki. Kanker selaput hati
yang kumiliki menghalangiku untuk mewujudkan mimpi indahku bersamamu.
Kau pernah menanyakan mengapa aku
sering menghilang bukan? Aku berbohong. Aku bukan mengurung diri untuk menjaga
konsentrasiku mengerjakan tugas, tapi karena penyakitku yang suka kambuh dan
membuatku lemah. Aku tidak mau kau merasa sedih Riki, aku tidak mau jika suatu
saat nanti aku harus pergi meninggalkanmu lebih dulu dan kau tidak bisa
menerima kenyataan itu. Aku ingin kau bahagia bersama seseorang yang dapat
menemanimu untuk selamanya, dan orang itu tentu saja bukan aku.
Tapi satu yang pasti, aku
mencintaimu Riki! Itu yang aku tak bisa sembunyikan darimu. Tetaplah jalani
hidupmu dengan optimis, dan jangan putus asa, karena disini pun aku tetap
berjuang untuk hidupku.
Salam,
Bintang.
****
Malam
ini langit cerah. Bintang bertaburan indah di sana. Teringat kembali ketika aku
bersama Bintang di bawah bintang-bintang yang bertaburan di tepi pantai. Ah,
bintang! Tahukah kau kalau kau lebih indah dari bintang-bintang di atas sana?
Sinarmu lebih terang daripada bintang-bintang yang berkilauan di atas sana. Kau
memberiku hidup Bintang, walaupun hanya sesaat.
Kemudian
kusadari mungkin inilah yang seharusnya aku terima. Tuhan mengirimkan seorang
Bintang dalam hidupku untuk memberiku pelajaran berarti yang memang membuatku
bangkit lagi. Mencoba lagi jatuh cinta, membuatku lebih semangat dalam
menjalani hidup.
Kurelakan
kehilangannya, tapi kenangan tentangnya takkan mungkin kuhapuskan. Bintang
selalu ada dan terukir indah dalam hatiku. Ia datang, singgah sesaat untuk
membangkitkan hidupku. Yang membuatku dapat
menjalani hidup lebih baik. Terima kasih atas semuanya Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar