Sabtu, 11 Desember 2010

Gerontopilia


Gerontopilia adalah suatu perilaku penyimpangan seksual dimana sang pelaku jatuh cinta dan mencari kepuasan seksual kepada orang yang sudah berusia lanjut (nenek-nenek atau kakek-kakek).
Contoh kasus gerontopilia :
Sebut saja si pelaku berinisial "S". S mulai menceritakan riwayat hidupnya sebagai seorang anak laki-laki yang ketika berumur 4 tahun ayahnya meninggal dunia, dan selanjutnya ia diasuh oleh kakek dan neneknya. Kehidupan masa kecilnya bersama nenek dan kakeknya cukup bahagia, S dapat mengikuti pendidikan formal dengan baik. Setelah lulus SMA, S pindah ke kota lain karena diterima di salah satu Fakultas Kedokteran Negeri di Sumatera dan akhirnya berhasil menjadi seorang dokter. Ketika di SMA banyak waktu dihabiskan untuk melakukan kegiatan-kegiatan di masjid atau surau seperti kawan-kawan sebayanya di sana. Meski telah menjadi seorang dokter, ada kenangan yang sulit dilupakan karena pada saat S banyak melakukan kegiatan di surau, ia memiliki kenalan yang sangat akrab yaitu seorang kakek yang banyak memberikan perhatian, bantuan, dorongan, kesenangan dan kepuasan bagi S sebagai seorang remaja. Pada saat S kuliah di kota lain hubungan tetap terjalin, tiap malam minggu ia pulang seperti remaja lain mengunjungi pacarnya. Namun pacar S ini lain dari yang lain yaitu seorang kakek yang ubanan, bersih dan ganteng, katanya. Apa yang dilakukan antara kakek dan remaja tersebut ternyata bercinta secara homoseksual. Hal itu dilakukan cukup lama sejak SMA kelas I sampai S lulus menjadi dokter, pada hal si kakek tersebut punya anak dan punya istri. Cara bercintanya juga sangat rapi karena tidak ada yang tahu, baik pihak keluarga kakek maupun keluarga S, termasuk kawan-kawan sebayanya. Rupanya apa yang dilakukan kedua insan berbeda usia dan sejenis tersebut membahagiakan kedua belah pihak, karena kedua belah pihak merasa sulit untuk berpisah. Untuk menjaga kelestarian hubungan antara keduanya, kakek menawarkan kepada S agar menikah dengan anak perempuannya bernama (K). S sudah cukup kenal dengan K walaupun merasa tidak cinta, seperti cintanya terhadap ayah K. Namun akhirnya S nikah dengan K karena ada udang dibalik batu agar tetap dekat dengan ayah K. Dalam kehidupan sebagai suami istri S menjalaninya biasa-biasa saja, namun hubungan dengan kakek juga tetap dijalankan, bahkan merasa lebih bebas karena satu rumah. Kadang-kadang ia bermesraan sama kakek yang sekarang adalah mertua, namun kadang-kadang bermesraan sama K sebagai istri. Dalam batin S sering timbul perasaan bahwa cintanya terhadap istri cukup sebagai simbol status sosial, karena secara umum hal itu merupakan suatu yang wajar bahwa laki-laki berpasangan dengan wanita. Namun disisi lain S merasa sangat mencintai kakek dan merasa lebih bergairah dalam bercinta. Bahkan S merasa terangsang dengan istri bila habis bermesraan dengan kakek, entah bagaimana caranya. Keadaan itulah yang terus terbawa sampai saat ini. S merasa bergairah dengan istrinya apabila habis bercinta dengan si kakek.

1. Pendekatan Neurobiologis
    Kelainan susunan syaraf otak dapat mempengaruhi prilaku seks heteroseksual maupun homoseksual. Kelainan susunan syaraf otak ini disebabkan oleh radang atau patah tulang dasar tengkorak.

2. Pendekatan Prilaku
Sang pelaku merasa senang dan cinta kepada pasangannya karena selama ini ia selalu mendapatkan apa yang dia inginkan untuk kelangsungan hidupnya, termasuk kepuasan seks. Dalam keseharian ia berprilaku normal dan wajar agar tidak diketahui oleh masyarakat mengenai prilakunya yang menyimpang.

3. Pendekatan Kognitif
Selama ini mungkin karena ia merasa diperhatikan secara berlebih dan ia tidak ingin semua itu hilang, ia pun mencari cara supaya ia dapat bertahan lebih lama dengan pasangannya itu. Sehingga timbullah prilaku menyimpang tersebut, yaitu dengan mencintai seseorang yang sejenis dan lebih tua agar semua perhatian dan kebutuhannya selalu terpenuhi.


4. Pendekatan psikoanalisis
Bahwa perilaku berasal dari proses yang tidak disadari. Pendekatan psikoanalisa ini terbagi atas 3 bagian, yaitu id, ego, dan superego.
Id adalah potensi atau keinginan yang dibawa sejak lahir, seperti rasa marah, emosi, gairah seksual. Sedangkan ego adalah eksekutor atau pelaksana keinginan dari id itu sendiri. Superego adalah perilaku yang terbentuk dengan mempertimbangkan norma-norma yang berlaku.
Dalam kasus ini, id nya adalah hasrat seksual yang tinggi kepada sesama jenis dan rasa selalu ingin diperhatikan. Superego nya adalah ia tahu bahwa apa yang ia lakukan menyimpang dari perbuatan normal dan ego nya adalah ia merasa bahwa hal yang wajar dan sah apabila mencintai seseorang meskipun dengan sesama jenis dan sudah lansia. Tapi, dalam hal ini si pelaku lebih menuruti ego nya karena mungkin ia butuh perhatian yang banyak, sementara sedari kecil ia tidak pernah merasakan kasih sayang orang tua, ia lebih banyak mendapat perhatian dari seseorang yang sudah lansia. Sementara itu, ia pun mendapat timbal balik yang lebih dan perasaan yang sama.

5. Pendekatan Fenomenologis
Bila kita lihat dari sudut pandang si pelaku, wajar-wajar saja bila ia mencintai seseorang yang sejenis. Karena manusia diciptakan untuk saling mencintai.Manusia bisa mencintai dirinya sendiri (autoerotik), beda jenis (heteroseksual), sesama jenis (homoseksual) bahkan dapat jatuh cinta pada makhluk lain atau benda. Dan cinta tidak memandang umur. Bisa saja kita jatuh cinta kepada orang yang lebih muda, sebaya, atau pun lebih tua, walaupun kriteria perbedaan umur jelas berbeda-beda. Tapi mungkin sulit sekali mencari orang yang benar-benar mencintai diri kita apa adanya. Dalam kasus ini, sang pelaku merasa telah menemukan cinta sejatinya bersama si kakek. Ia pun mau saja ketika dijodohkan dengan putrinya dengan tujuan hubungan keduanya (antara si pelaku dan sang kakek) dapat terus berlanjut. Bahkan ia merasa mendapat keuntungan yang berlipat-lipat, karena setelah ia berhubungan seksual dengan si kakek, ia pun masih merasa bergairah ketika harus berhubungan dengan istrinya. Jadi, amanlah ia dari tuduhan suami yang tidak bertanggung jawab.
6. Pendekatan Islami
Menyikapi masalah-masalah seperti dalam contoh kasus tersebut, kita semua dituntut untuk memiliki ketahanan mental agar tidak mudah tergoda untuk melakukan hal-hal yang tidak sewajarnya sehingga akhirnya menjadi menyimpang. Untuk memperoleh ketahanan mental tersebut kita sudah diberikan acuan dan pedoman berupa norma-norma agama, norma etika maupun norma sosial. Oleh sebab itu berperilakulah yang normatif dalam arti bertingkah laku mengikuti norma agama, norma etika dan norma sosial yang berlaku. Apabila kita menemukan seseorang yang seperti ini, janganlah kita langsung menghakimi bahwa ia salah. Karena dalam kasus seperti ini yang berperan adalah hati, sehingga sulit sekali untuk mengubahnya. Tapi bukan berarti tak bisa disembuhkan. Dengan pengertian secara terus menerus dan kontinyu, kita beri ia penjelasan-penjelasan tanpa bermaksud menggurui dan terus sabar untuk mendorong ia supaya kembali normal.













                                                                                                                  



 







                                          
                                            
                                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar