Sabtu, 11 Desember 2010

Puasa


“Saumun” (puasa), menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.
            Menurut istilah agama Islam yaitu “menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.”
            Firman Allah Swt yang artinya : “makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (al-baqarah: 187)
Sabda Rasulullah Saw yang artinya : “Dari Ibnu Umar Ia berkata,”Saya telah mendengar Nabi besar Saw, bersabda,’Apabila malam datang, siang lenyap, dan matahari telah terbenam, maka sesungguhnya telah dating waktu berbuka bagi orang yang berpuasa’.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Puasa asa empat macam
1.  Puasa wajib, yaitu puasa bulan Ramadhan, puasa kafarat, dan puasa nazar
2.  Puasa sunat
3.  Puasa makruh
4.  Puasa haram, yaitu puasa pada Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Haji, dan tiga hari setelah Hari Raya Haji, yaitu tanggal 11-12  dan 13.
            Puasa bulan Ramadan itu merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima, diwajibkan pada tahun kedua Hijriyah, yaitu tahun kedua sesudah Nabi Muhammad Saw hijrah ke Madinah. Hukumnya fardhu’ain atas tiap-tiap mukallaf (balig dan berakal).
            Firman Allah Swt yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari tertentu.” (al-baqarah: 183-184)
            Rasulullah Saw telah mengerjakan puasa Sembilan kali Ramadan, delapan kali 29 kali, satu kali pas 30 hari. Beliau berkata dalam hadis Bukhari, “Bulan itu kadang-kadang 30 hari, kadang-kadang 29 hari.”
            Sabda Rasulullah Saw : “Islam itu ditegakkan di atas 5 dasar : (1) bersaksi bahwa tiada Tuhan yang hak (patuh disembah) kecuali Allah, dan bahwasanya Nabi Muhammad itu utusan Allah, (2) mendirikan salat lima waktu, (3) membayar zakat, (4) mengerjakan haji ke Baitullah, (5) berpuasa pada bulan Ramadan.” (Riwayat Bukhari, Muslim, dan Ahmad)
Puasa Ramdan diwajibkan atas tiap-tiap orang mukallaf dengan salah satu dari ketentuan-ketentuan berikut ini:
1.  Dengan melihat bulan bagi yang melihatnya sendiri
2.  Dengan mencukupkan bulan Sya’ban tiga puluh hari, maksudnya bulan tanggal Sya’ban itu dilihat. Tetapi kalau bulan tanggal satu Sya’ban tidak terlihat, tentu kita tidak dapat menentukan hitungan, sempurnanya tiga puluh hari.
Sabda Rasulullah Saw : “Berpuasalah kamu sewaktu melihat bulan (di bulan Ramadan), dan berbukalah kamu sewaktu melihat bulan (di bulan Syawal). Maka jika ada yang menghalangi (mendung) sehingga bulan tidak kelihatan, hendaklah kamu sempurnakan bulan Sya’ban tiga puluh hari.” (Riwayat Bukhari)
3.  Dengan adanya melihat (ru-yat) yang dipersaksikan oleh seorang yang adil di muka hakim.
 “Bahwasanya Ibnu Umar telah melihat bulan. Maka diberitahukannya hal itu kepada Rasulullah, lalu Rasulullah Saw berpuasa, dan beliau menyuruh orang-orang agar berpuasa pula.” (Riwayat Abu Dawud)
Sabda Rasulullah Saw : Dari Ikrimah, melalui Ibnu Abbas. Ia berkata, “Seseorang Arab Badui telah dating kepada Rasulullah Saw. Dia berkata, ‘Saya telah melihat awal bulan Ramadan.’ Rasulullah bertanya kepadanya, ‘Adakah engkau mengaku bahwa tidak ada Tuhan yang sebenarnya melainkan Allah?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Rasulullah bertanya lagi, ‘Adakah engkau mengaku bahwa sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah?’ Jawabannya, ‘Ya, sudah! Saya mengaku (artinya saya orang Islam).’ Lantas Rasulullah Saw memerintahkan, ‘Hai Bilal, beritahukan hal itu kepada orang banyak supaya mereka berpuasa esok harinya’.” (Riwayat lima ahli hadis, kecuali Ahmad )
 Dari Amir makkah, Al-Haris Ibnu Hatib. Dia telah berkata, “Rasulullah Saw telah memerintahkan kami supaya berpuasa dengan melihat bulan; jika kami tidak dapat melihat bulan itu, supaya kami puasa dengan kesaksian dua orang yang adil.” (Riwayat Adu Dawud dan Daruqutni)
Dengan hadis tersebut di atas timbullah dua paham mengenai kesaksian melahat bulan Ramadan itu. Sebagian ulama berpendapat cukup disaksikan oleh seorang saja. Berarti apabila telah dipersaksikan oleh seorang kepada hakim bahwa ia telah melihat bulan, maka hakin boleh menetapkannya dan wajib mengumumnkannya; maka masyarakat umum wajib berpuasa esok harinya. Sebagian ulama lagi berpendapat bahwa kesaksian satu orang itu saja belum menjadi dasar untuk menetapkan masuknya bulan Ramadan, tetapi harus disaksikan oleh dua orang yang adil. Pendapat ini berdasarkan pada hadis Al-Haris tersebut.
4.  Dengan kabar Mutawatir, yaitu kabar orang banyak, sehingga mustahil mereka akan dapat sepakat berdusta atau sekata atas kabar yang dusta.
5.  Percaya kepada orang yang melihat.
6.  Tanda-tanda yang biasa dilakukan di kota-kota besar untuk memberitahukan kepada orang banyak (umum), seperti lampu, meriam, dan sebagainya.
7.  Dengan ilmu hisab atau kabar dari ahli hisab (ilmu bintang).
Sabda Rasulullah Saw : Ibnu Umar telah menceritakan hadis berikut yang ia terima langsung dari Rasulullah Saw yang telah bersabda, “Apabila kamu melihat bulan (di bulan Ramadan), hendaklah kamu berpuasa, dan apabila kamu melihat bulan (di bulan Syawal), hendaklah kamu berbuka. Maka jika tertutup (mendung) antara kamu dan tempat terbit bulan, hendaklah kamu kira-kirakan bulan itu.” (Riwayat Bukhari, Muslim, Nasai, dan Ibnu Majah)

Syarat wajib puasa     
1.  Berakal. Orang yang gila tidak wajib berpuasa.
2.  Balig (umur 15 tahun ke atas) atau ada tanda yang lain. Anak-anak tidak wajib puasa.
            Sabda Rasulullah Saw : Tiga orang terlepas dari hukum: (a) orang yang sedang tidur hingga ia bangun, (b) orang gila sampai ia sembuh, (c) kanak-kanak sampai ia balig.” (Riwayat Abu Dawud dan Nasai)
3.  Kuat berpuasa. Orang yang tidak kuat, misalnya karena sudah tua atau sakit, tidak wajib puasa.
            
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar